Oleh: Farid Nu’man Hasan
Mukadimah
Miris
melihat respon umat Islam terhadap malam pergantian tahun beberapa hari
yang lalu. Mereka begitu gegap gempita larut dalam histeria yang tidak
jelas apa maksud dan tujuannya. Mereka sudah merencanakan berbagai acara
jauh sebelum datangnya malam tahun baru. Di jalan-jalan, mal, terminal,
taman kota, dan pusat rekreasi, mereka berkumpul, bernyanyi, menari,
ikhtilat laki-laki dan perempuan, anak-anak, muda, tua, lalu meniup
trompet sepuasnya. Semuanya serba tidak jelas. Tidak ada nilai apa pun
di dalamnya kecuali hura-hura, tidak ada makna apa pun di dalamnya
kecuali kesia-siaan. Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing,
lelah, lalu meninggalkan shalat subuh karena bangun kesiangan. Lebih
parah lagi, dan ini bukan mustahil, bisa jadi ada yang menyambutnya
dengan pesta minuman keras, narkoba, dan seks.
Inilah
dia zaman ghurbah (keterasingan) Islam. Umat ini lebih dekat dengan
budaya yang bukan berasal dari agamanya. Bukan lahir dari rahim sejarah
pahlawannya. Bukan pula tercatat dalam kitab suci dan petunjuk rasulNya.
Mereka mengikutinya tanpa saringan sedikit pun, bahkan lebih dari itu,
mereka bangga dengannya, merasa modern, dan mengikuti zaman. Padahal
bagi seorang mu’min, tidak ada hari istimewa kecuali yang diistimewakan
Allah dan RasulNya. Tidak ada hari agung kecuali yang memang diagungkan
oleh syariat yang mulia. Tidak ada hari spesial kecuali yang di dalamnya
diisi dengan amal-amal kebajikan. Ada pun tahun baru, dia bukan
apa-apa. Tidak ada nash, tidak pula pandangan ulama, yang menyebutnya
sebagai hari istimewa. Begitu pula Valentine, Thanksgiving, April Mop,
Hellowen, dan semisalnya, yang merupakan budaya kaum kuffar.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تُطِيعُواْ فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali ‘Imran (3): 100)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تُطِيعُواْ فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali ‘Imran (3): 100)
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى
لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Kalian
akan benar-benar mengikuti orang-orang sebelum masa kalian, sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai mereka melewati lubang
dhabb (biawak gurun, pen) kalian pun akan mengikutinya.” Kami berkata:
“Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Beliau
bersabda: “Siapa lagi?” (HR. Bukhari No. 3456, 7320, Muslim No. 2669,
Ibnu Hibban No. 6703, Al Bazzar No. 8411, Al Hakim No. 106, Ath
Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 5943, Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushannaf No. 38531, dari Abu Hurairah, Ibnu ‘Asakir dalam Al Mu’jam No.
675)
Di
sisi lain, Islam telah memiliki banyak hari istimewa bagi umatnya yang
seharusnya membuat mereka bahagia dan bangga, yang selayaknya mereka
nantikan kedatangannya karena di dalamnya memiliki banyak keutamaan yang
tidak dimiliki hari-hari lainnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan
petunjuk kepada kita semua ………..
Berikut ini adalah hari-hari istimewa yang ada dalam Islam, dan cukuplah kita dengan hari-hari istimewa milik kita sendiri.
Hari Senin dan Kamis
Apa saja keistimewaannya?
- Hari diperiksanya amal manusia
Dari Abu Hurairah Radhilallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ
تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ
Diperiksa
amal-amal manusia pada setiap Jumat (baca: setiap pekan) sebanyak dua
kali; hari senin dan hari kamis. (HR. Muslim No. 2565)
- Hari dianjurkannya puasa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya: bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Amal-amal
manusia diperiksa setiap hari Senin dan Kamis, maka saya suka ketika
amal saya diperiksa saat saya sedang berpuasa. (HR. At Tirmidzi No. 747,
katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat
Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 747)
- Hari dibukanya pintu-pintu surga dan diampunkannya hamba
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُفْتَحُ
أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ
لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ
بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى
يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ
حَتَّى يَصْطَلِحَا
“Pintu-pintu
Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, maka saat itu akan diampuni
semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali
seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu
dikatakan: ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai
keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai
keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai
keduanya berdamai.” (HR. Muslim No. 2565, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad
No. 411, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 6626)
- Senin adalah hari lahir , hari wafat, dan hari diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menerima wahyu pertama
Dari Abu Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
Nabi
ditanya tentang hari senin. Beliau menjawab: “Itu adalah hari aku
dilahirkan, hari aku diutus menjadi rasul, atau diturunkan kepadaku
(wahyu).” (HR. Muslim No. 1162)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa dia ditanya:
أَيِّ يَوْمٍ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ
Hari apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat? Beliau menjawab: “Hari senin.” (HR. Bukhari No. 1387)
- Kamis adalah hari yang nabi sukai untuk bepergian
Dari Ka’ab bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
ان رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا أراد أن يسافر لم يسافر الا يوم الخميس
Bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika hendak safar, Beliau
tidak bersafar melainkan pada hari kamis. (HR. Ahmad No. 27178. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No.
27178)
- Kamis adalah hari disebarkannya Ad Dawwab (hewan)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ
Allah membanyakkan Ad Dawwab di bumi pada hari Kamis.(HR. Muslim No. 2789)
Hari Jumat
Apa saja keistimewaannya?
- Dijelaskan dalam riwayat berikut lima keutamaannya:
عَنْ
أَبِي لُبَابَةَ بْنِ عَبْدِ الْمُنْذِرِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ
وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَهُوَ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ يَوْمِ
الْأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ فِيهِ خَمْسُ خِلَالٍ خَلَقَ اللَّهُ فِيهِ
آدَمَ وَأَهْبَطَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيهِ تَوَفَّى
اللَّهُ آدَمَ وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا الْعَبْدُ
شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا وَفِيهِ تَقُومُ
السَّاعَةُ مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا
رِيَاحٍ وَلَا جِبَالٍ وَلَا بَحْرٍ إِلَّا وَهُنَّ يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ
Dari
Abu Lubabah bin Abdil Mundzir, dia berkata: Bersabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya hari Jumat adalah Sayyidul Ayyam
(pimpinan hari-hari), keagungannya ada pada sisi Allah, dan dia lebih
agung di sisi Allah dibanding hari Idul Adha dan Idul Fitri. Padanya ada
lima hal istimewa: pada hari itu Allah menciptakan Adam, pada hari itu
Allah menurunkan Adam ke bumi, pada hari itu Allah mewafatkan Adam, pada
hari itu ada waktu yang tidaklah seorang hamba berdoa kepada Allah
melainkan akan dikabulkan selama tidak meminta yang haram, dan pada hari
itu terjadinya kimat. Tidaklah malaikat muqarrabin, langit, bumi,
angin, gunung, dan lautan, melainkan mereka ketakutan pada hari Jumat.”
(HR. Ibnu Majah No. 1083. Ahmad No. 15547, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam
Al Kabir No. 4511, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2973, Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Mushannaf No. 817, Al Bazzar No. 3738. Dihasankan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 2279)
- Dianjurkan membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat:
عن
ابي سعيد الخدري ان النبي صلى الله عليه وسلم قال مَنْ قَرَأَ سُورَةَ
الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ
الْجُمُعَتَيْنِ
Dari
Abu Said Al Khudri bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat, maka dia akan
disinari oleh cahaya sejauh di antara dua Jumat.” (HR. Al Baihaqi dalam
As Sunan Al Kubra No. 5792, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 3392,
katanya: shahih. Dishahihkan pula oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ No. 6470)
- Dibebaskan dari fitnah kubur bagi yang wafat pada malam Jumat dan hari Jumat
Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Tidaklah
seorang muslim yang wafat pada hari Jumat atau malam Jumat, melainkan
Allah akan melindunginya dari fitnah kubur. (HR. At Tirmidzi No. 1073,
Ahmad No. 6582, Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Aatsar No. 277)
Syaikh
Al Albani Rahimahullah berkata tentang hadits ini: “Dikeluarkan oleh
Ahmad (6582-6646) melalui dua jalan dari Abdullah bin Amr, dan oleh At
Tirmidzi melalui salah satu dari dua jalur, dan hadits ini memiliki
syawahid (beberapa penguat) dari jalur Anas, Jabir bin Abdullah, dan
selain keduanya. Maka, hadits ini dengan kumpulan semua jalurnya adalah
hasan atau shahih.” (Lihat Ahkamul Jazaiz, Hal. 35)
Selain
disebutnya Senin, Kamis, dan Jumat, disebutkan pula oleh Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa semua hari yang tujuh memiliki
peristiwanya sendiri.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الْأَحَدِ وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَخَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَام بَعْدَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فِي آخِرِ الْخَلْقِ فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الْأَحَدِ وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَخَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَام بَعْدَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فِي آخِرِ الْخَلْقِ فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memegang tangku lalu bersabda: “Allah
‘Azza wa Jalla menciptakan tanah pada hari Sabtu, dan menciptakan
padanya gunung-gunung pada hari Ahad, menciptakan pepohonan pada hari
Senin, menciptakan sesuatu yang dibenci pada hari Selasa, menciptakan
cahaya pada hari Rabu, menyebarkan hewan melata pada hari Kamis,
menciptakan Adam ‘Alaihissalam setelah Ashar pada hari Jumat, di akhir
penciptaan pada akhir waktu-waktu Jumat antara Ashar menuju malam. (HR.
Muslim No. 2789)
Hari ‘Asyura (9 dan 10 Muharram)
Berikut ini keistimewaannya:
- – Hari diselamatkannya Nabi Musa ‘Alaihissalam dan Bani Israel dari kejaran Fir’aun dan tentaranya
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة فرأى اليهود تصوم عاشوراء.
فقال: ” ما هذا؟ ” قالوا: يوم صالح، نجى الله فيه موسى وبني السرائيل من عدوهم، فصامه موسى فقال صلى الله عليه وسلم: ” أنا أحق بموسى منكم ” فصامه، وأمر بصيامه
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyura. Beliau bertanya: “Apa ini?” mereka menjawab: “Ini hari baik, Allah telah menyelamatkan pada hari ini Musa dan Bani Israel dari musuh mereka, maka Musa pun berpuasa.” Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya lebih berhak terhadap Musa dibanding kalian.” Maka, beliau pun beruasa dan memerintahkan untuk berpuasa (‘Asyura).” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
فقال: ” ما هذا؟ ” قالوا: يوم صالح، نجى الله فيه موسى وبني السرائيل من عدوهم، فصامه موسى فقال صلى الله عليه وسلم: ” أنا أحق بموسى منكم ” فصامه، وأمر بصيامه
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyura. Beliau bertanya: “Apa ini?” mereka menjawab: “Ini hari baik, Allah telah menyelamatkan pada hari ini Musa dan Bani Israel dari musuh mereka, maka Musa pun berpuasa.” Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya lebih berhak terhadap Musa dibanding kalian.” Maka, beliau pun beruasa dan memerintahkan untuk berpuasa (‘Asyura).” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
- Hari dianjurkannya berpuasa
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَصَوْمُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Dan
berpuasa ‘Asyura, sesungguhnya saya menduga atas Allah bahwa
dihapuskannya dosa setahun sebelumnya.” (HR. Abu Daud No. 2425, Ibnu
Majah No. 1738. Syaikh Al Albani mengatakan shahih dalam Al Irwa, 4/111,
katanya: diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Al Bukhari dan At Tirmidzi.
Shahihul Jami’ No. 3806)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah –setelah merangkum semua dalil yang ada tentang puasa ‘Asyura:
وعلى
هذا فصيام عاشوراء على ثلاث مراتب : أدناها أن يصام وحده ، وفوقه أن يصام
التاسع معه ، وفوقه أن يصام التاسع والحادي عشر والله أعلم .
“Oleh
karena itu, puasa ‘Asyura terdiri atas tiga tingkatan: 1. Paling rendah
yakni berpuasa sehari saja (tanggal 10). 2. Puasa hari ke-9 dan ke-10.
3. Paling tinggi puasa hari ke-9, 10, dan ke-11. Wallahu A’lam” (Fathul
Bari, 6/280. Lihat juga Fiqhus Sunnah, 1/450)
Ayyamul Bidh (tanggal 13,14,15 tiap bulan Hijriyah)
Ayyamul
bidh artinya hari-hari yang putih terang, karena saat itu hari diwaktu
bulan sedang purnama. Ini juga hari-hari istimewa dalam Islam.
- Saat itu dianjurkan bagi kita untuk berpuasa
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
أَوْصَانِي
خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ
أَنْ أَنَامَ
Kekasihku
(Nabi) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwasiat kepadaku tiga hal:
berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat dua rakaat ketika dhuha, dan
shalat witir sebelum tidur. (HR. Bukhari No. 1981, Muslim No. 721. Lafaz
ini adalah milik Bukhari)
Kapankah tiga hari itu? Dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أَمَرَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُومَ مِنْ
الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ
عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk berpuasa dalam
satu bulannya sebanyak tiga hari, ayyamul bidh: tanggal 13, 14, dan 15.
(HR. An Nasa’i No. 2422, 2423, lihat juga dalam As Sunan Al Kubranya An
Nasa’i No. 2730, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3848, Ibnu Hibban
No. 943, lihat Mawarid Azh Zham’an. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami’ No.673 )
- Nilai puasanya sama seperti puasa Ad Dahr (sepanjang tahun)
Dari Jarir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda:
صِيَامُ
ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَيَّامُ
الْبِيضِ صَبِيحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ
عَشْرَةَ
Berpuasa
tiga hari setiap bulannya, adalah puasa sepanjang tahun, dan hari
ayyamul bidh yang terang benderang itu adalah pada hari 13, 14, dan 15.
(HR. An Nasa’i No. 2420. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam At
Ta’liq Ar Raghib, 2/84)
Hari Idul Fitri ( 1 Syawwal) dan Idul Adha (10 Dzulhijah)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ketika hari Id:
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
“Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari No. 952, Muslim No. 892)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:
كَانَ
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ
فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ
أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ
الْأَضْحَى
“Dahulu
orang jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap
tahunnya.” Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang ke
Madinah, dia bersabda: “Dahulu Kalian memiliki dua hari yang kalian bisa
bermain-main saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang
lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha.” (HR. An
Nasa’i No. 1556, lihat juga As Sunan Al Kubra No. 1755)
Al
Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hadits ini sanadnya shahih. (Fathul Bari,
3/371). Syaikh Al Albani juga menshahihkannya. ( Ash Shahihah No.2021)
Dua
hari raya inilah hari bagi umat Islam untuk bersenang-senang dan
bermain, sebagaimana yang nabi alternatifkan dalam hadits Anas bin Malik
di atas.
Enam hari di Bulan Syawwal
Pada
enam hari di bulan Syawwal kita dianjurkan untuk berpuasa setelah kita
menunaikan puasa Ramadhan. Keutamaannya adalah senilai dengan puasa
setahun penuh.
Dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang
siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian menyusulnya dengan berpuasa enam
hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa setahun penuh.” (HR.
Muslim No. 1164, At Tirmidzi No. 759, Abu Daud No. 2433, Ibnu Majah No.
1716, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2866, Al Baihaqi dalam As
Sunan Al Kubra No. 8214, dan As Sunan As Shaghir No. 1119, Ath Thabarani
dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 3908, 3909, 3914, 3915, Abdu bin Humaid
dalam Musnadnya No. 228, Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Musykilul Aatsar
No. 1945, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 1780)
Kapankah enam hari Syawwal itu? Imam At Tirmidzi Rahimahullah menceritakan:
وَاخْتَارَ
ابْنُ الْمُبَارَكِ أَنْ تَكُونَ سِتَّةَ أَيَّامٍ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُ قَالَ إِنْ صَامَ سِتَّةَ
أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُتَفَرِّقًا فَهُوَ جَائِزٌ
Imam
Ibnul Mubarak memilih berpuasa enam hari itu di awal bulan.
Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak bahwa dia berkata: “Berpuasa enam hari
bulan Syawal secara terpisah-pisah boleh saja.” (Lihat Sunan At Tirmidzi
komentar hadits No. 759)
Syaikh Sayyid Sabiq -Rahimahullah rahmatan waasi’ah- berkata:
وعند أحمد: أنها تؤدى متتابعة وغير متتابعه، ولا فضل لاحدهما على الاخر. وعند الحنفية، والشافعية، الافضل صومها متتابعة، عقب العيد.
Menurut
Imam Ahmad: bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak
berturut-turut, dan tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya.
Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah adalah lebih utama secara
berturut-turut, setelah hari raya. (Fiqhus Sunnah, 1/450)
Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah mengatakan:
وهذا
الفضل لمن يصومها فى شوال ، سواء أكان الصيام فى أوله أم فى وسطه أم فى
آخره ، وسواء أكانت الأيام متصلة أم متفرقة ، وإن كان الأفضل أن تكون من
أول الشهر وأن تكون متصلة . وهى تفوت بفوات شوال .
Keutamaan
ini adalah bagi yang berpuasanya di bulan Syawal, sama saja apakah
diawalnya, di tengah, atau di akhirnya, dan sama pula apakah dengan hari
yang berturut atau dipisah-pisah. Hanya saja lebih utama di awal bulan
dan secara bersambung. Anjurannya berakhir jika sudah selesai bulan
Syawal. (Fatawa Darul Ifta Al Mishriyah, 9/261)
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah
Disebutkan dalam Al Quran:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
Demi fajar, dan malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr (89): 1-2)
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
Demi fajar, dan malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr (89): 1-2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.
(Dan
demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada
Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid,
dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir Al Quran Al
‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)
Ada
juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada
juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar
adalah pendapat yang pertama. (Ibid) yakni sepuluh awal bulan
Dzulhijjah.
Keutamaannya
pun juga disebutkan dalam As Sunnah, bahwa ibadah saat itu senilai
dengan mati syahid. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا
الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا
الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ
بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“Tidak
ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka
bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad,
kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu
dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun (mati syahid).” (HR. Bukhari
No. 969)
Imam
Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh
hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid
Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)
Hari ‘Arafah (9 Dzulhijah), Hari penyembelihan qurban – Idul Adha (10 Dzulhijah), dan hari-hari taysrik (11,12,13 Dzulhijah)
Hari-hari ini dengan tegas oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disebut sebagai ‘iduna (hari raya kita).
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari
‘Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya
kita para pemeluk islam, itu adalah hari-hari makan dan minum. (HR. At
Tirmidzi No. 773, katanya: hasan shahih, Ad Darimi No. 1764, Syaikh
Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al
Mustadrak No. 1586, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim,
tetapi mereka tidak meriwayatkannya.”)
Tanggal 17 Ramadhan
Pada
tanggal ini ada dua peristiwa istimewa yang terjadi sebagaimana
disebutkan dalam Al Quran, yakni perang Badar (disebut dengan yaumul
furqaan dan yaumut taqal jam’an – hari bertemunya dua pasukan) dan
turunnya Al Quran, disebut dengan wa maa anzalnaa ‘ala ‘abdinaa (dan apa
yang Kami turunkan kepada hamba Kami).
Allah Ta’ala berfirman
و
اعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ
وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ
السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى
عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah,
Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,
Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada
Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di
hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (QS. Al Anfal (8): 41)
Imam Ibnu Jarir Rahimahullah meriwayatkan demikian:
قال الحسن بن علي بن أبي طالب رضي الله عنه: كانت ليلة “الفرقان يوم التقى الجمعان”، لسبع عشرة من شهر رمضان.
“Berkata
Al Hasan bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu: Adalah ‘malam Al Furqan hari
di mana bertemuanya dua pasukan’ terjadi pada 17 Ramadhan.” (Jami’ Al
Bayan, 13/562. Muasasah Ar Risalah)
Lailatul Qadar
Malam
ini terjadi pada sepuluh malam terakhir, kemungkinannya pada
malam-malam ganjil sebagaimana telah diketahui bersama. Keistimewaan
malam ini diterangkan dalam Al Quran:
{
إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا
لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)
تَنزلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ
أَمْرٍ (4) سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) }
“
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih
baik dari seribu bulan.pada malam itu turun malaikat-malaikat dan
Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. malam
itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr (97): 1-5)
Ada banyak keutamaan Lailatul Qadar, di sini kami sebutkan dua saja:
Pertama,
malam turunnya Al Quran. Lalu bagaimana dengan 17 Ramadhan? Bukankah
juga waktu diturunkannya Al Quran? Dan bukankah keduanya merupakan waktu
yang berbeda?
Maka
untuk mentaufiq (kompromi) antara dua keterangan ini (Lailatul Qadar
dan 17 Ramadhan), sebagian ulama mengatakan Al Quran diturunkan dua kali
tahap. Tahap pertama diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izzah di
langit dunia pada Lailatul Qadar secara langsung, tahap selanjutnya,
diturunkan dari langit dunia ke kehidupan manusia secara bertahap selama
hampir 23 tahun, yang diawali pada 17 Ramadhan di Gua Hira. Inilah
pendapat Ibnu Abbas. Dengan demikian antara dua ayat ini tidak ada
pertentangan sama sekali, justru saling mendukung. Inilah pendapat yang
benar.
Berkata Imam Ibnu Jarir tentang surat Al Qadar ayat 1:
إنا أنزلنا هذا القرآن جملة واحدة إلى السماء الدنيا في ليلة القَدْر
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Quran ini secara satu kesatuan menuju langit dunia pada Lailatul Qadar.”
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Quran ini secara satu kesatuan menuju langit dunia pada Lailatul Qadar.”
Beliau mengutip dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma:
نزل القرآن كله مرة واحدة في ليلة القدر في رمضان إلى السماء الدنيا، فكان الله إذا أراد أن يحدث في الأرض شيئًا أنزله منه حتى جمعه.
“Seluruh
Al Quran diturunkan sekali turun pada Lailatul Qadar pada bulan
Ramadhan menuju langit dunia, jika Allah hendak ‘berbicara’ sesuatu di
bumi Dia menurunkannya sampai semuanya (lengkap).”
Beliau juga mengatakan:
نزل
القرآن في ليلة من السماء العليا إلى السماء الدنيا جملة واحدة، ثم فُرِّق
في السنين، وتلا ابن عباس هذه الآية:( فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ
النُّجُومِ ) قال: نزل متفرّقا.
“Allah menurunkan Al Quran pada malam (Al Qadar) dari langit paling tinggi menuju langit dunia dalam satu kesatuan, lalu membaginya dalam waktu bertahun-tahun.” Lalu, Ibnu Abbas membaca ayat: “Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.” Artinya: Al Quran turun secara terbagi-bagi.
“Allah menurunkan Al Quran pada malam (Al Qadar) dari langit paling tinggi menuju langit dunia dalam satu kesatuan, lalu membaginya dalam waktu bertahun-tahun.” Lalu, Ibnu Abbas membaca ayat: “Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.” Artinya: Al Quran turun secara terbagi-bagi.
Asy Sya’bi Rahiallahu ‘Anhu mengatakan:
نزل أول القرآن في ليلة القدر.
نزل أول القرآن في ليلة القدر.
“Allah menurunkan Al Quran pertama kali pada Lailatul Qadar.”
Dari Asy Sya’bi juga:
بلغنا أن القرآن نزل جملة واحدة إلى السماء الدنيا
“Telah
sampai kepada kami bahwa Al Quran diturunkan dalam satu kesatuan ke
langit dunia.” (lihat semua dalam Jami’ Al Bayan, 24/531-532)
Kedua, nilai Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan.
Imam Mujahid Rahimahullah berkata tentang ayat tersebut:
عملها وصيامها وقيامها خير من ألف شهر.
“Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya) dari seribu bulan.”
Imam Mujahid juga menjelaskan:
“Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya) dari seribu bulan.”
Imam Mujahid juga menjelaskan:
كان
في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدوّ بالنهار حتى
يُمْسِيَ، ففعل ذلك ألف شهر، فأنزل الله هذه الآية:( لَيْلَةُ الْقَدْرِ
خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ) قيام تلك الليلة خير من عمل ذلك الرجل.
“Dahulu
pada Bani Israil ada seorang laki-laki yang shalat malam hingga pagi
hari, kemudian dia pergi jihad melawan musuh pada siang harinya hingga
sore, dan dia melakukan itu hingga seribu tahun. Maka Allah Ta’ala
menurunkan ayat ini: (Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan) ,
qiyamul lail pada malam itu lebih baik dibanding amal laki-laki
tersebut.” (Ibid)
Sementara Amru bin Qais Al Mala’i Rahimahullah berkata:
عملٌ فيها خير من عمل ألف شهر.
“Amal
pada malam itu (nilainya) lebih baik dari amal seribu bulan.” (Imam Abu
Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, 24/ 533)
Demikian.
Sebenarnya masih banyak waktu-waktu istimewa dalam Islam yang belum
kami bahas seperti peristiwa Isra Mi’raj dan hari kelahiran Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Insya Allah jika ada kesempatan akan kami
bahas secara khusus.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi Ajma’in. Wallahu A’lam
0 komentar:
Posting Komentar