Selasa, 03 Januari 2012

FPKS: Ada Disorientasi Pendidikan Nasional


*FPKS: Ada Disorientasi Pendidikan Nasional *
Rifa Nadia Nurfuadah
Jum'at, 16 Desember 2011 18:21 wib


*JAKARTA *- Kelompok Komisi (Poksi) X dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (FPKS) menilai, pemerintah telah kehilangan orientasi dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional.

Ketua Poksi Komisi X FPKS Raihan Iskandar menyatakan,
disorientasi ini diperlihatkan melalui berbagai data statistik seputar
pendidikan Tanah Air. Misalnya, indeks pembangunan manusia (IPM) atau
human development index (HDI) Indonesia yang menggunakan pendidikan
sebagai salah satu komponen pengukur.

Data United Nation Development Programme (UNDP) menunjukkan kenaikan
nilai IPM dari 0,600 (2010) menjadi 0,617 (2011). Namun, peringkat IPM
Indonesia justru menurun dari peringkat 108 (2010) menjadi peringkat 124
(2011).

"Ini berarti, upaya pemerintah, khususnya di bidang pendidikan, masih
berjalan lambat dibandingkan dengan capaian negara lain," ungkap Raihan
di ruang sidang pleno FPKS di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (16/12/2011).

Indikator lainnya adalah tingginya angka putus sekolah pelajar
Indonesia. Ada sekira 10,268 juta siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah
menengah pertama (SMP) atau kelompok usia wajib belajar yang tidak
menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SMP. Selain itu, 3,8 juta siswa
tidak dapat melanjutkan ke tingkat sekolah menengah atas (SMA).

Ketidakmampuan masyarakat memenuhi biaya pendidikan pun didapuk menjadi
penyebab utama makin banyaknya anak putus sekolah. Tingginya angka putus
sekolah, menurut Raihan, juga merupakan bukti bahwa akses pendidikan
yang bermutu dan terjangkau masih sangat terbatas.

Padahal, Raihan memaparkan, tiap tahun, anggaran pendidikan nasional
mengalami kenaikan signifikan. APBN 2010 mengalokasikan Rp225 triliun
untuk pendidikan, sedangkan pada 2011, pos tersebut mendapat jatah Rp249
triliun. Dan tahun depan, pemerintah menganggarkan Rp286 triliun untuk
anggaran pendidikan.

"Kenaikan anggaran pendidikan yang signifikan ternyata tidak berbanding
lurus dengan upaya penghentian siswa putus sekolah," ujarnya.

Tingginya angka putus sekolah ini mempengaruhi penurunan peringkat
Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia yang dilansir UNESCO. Pada 2011,
Indonesia berada di peringkat 69, padahal tahun lalu peringkat Indonesia
adalah 65 dari 127 negara.

Menurut kelompok komisi beranggotakan Rohmani (Wakapoksi), Ahmad
Zainuddin, Sunmandjaya, dan Memed Sosiawan ini, angka statistik capaian
pendidikan nasional itu hanyalah potret sebagian kecil masih buruknya
pengelolaan pendidikan oleh pemerintah. Mereka menilai, berbagai
kebijakan pendidikan juga menunjukkan bahwa pemerintah telah kehilangan
orientasi dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan.

Dengan kata lain, pemerintah seperti tidak mengerti pendidikan nasional
mau diarahkan ke mana. Ini terlihat dengan fakta bahwa sering kali
terjadi tumpang tindih pada berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

"Pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan nasional pendidikan
secara menyeluruh. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus memiliki
orientasi serta prioritas yang jelas dalam menentukan dan melaksanakan
kebijakan pendidikan nasional tersebut," ujar Raihan menegaskan.

FPKS juga meminta pemerintah untuk fokus dalam memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap warga negara agar bisa menikmati pendidikan
secara adil dan tanpa diskriminasi. Selain itu, berbagai kebijakan yang
menghambat dan bertentangan dengan semangat program wajib belajar dan
hak rakyat atas pendidikan bermutu dan terjangkau harus dikikis
habis.*(rfa)*

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan